Wednesday, 18 November 2015

= Suara Tangisan Pocong di Kampungku =

Saya aslinya berasal dari kampung. Yang namanya kampung kadang nuansa mistisnya memang kental. Tetapi bukan karena syirik atau apa, faktanya, saya sendiri benar-benar mengalami kejadian luar biasa dan sekaligus menyeramkan.
Saya ingat persis waktu itu tahun 1998, saat masih SD. Semua bermula dari suara tangisan misterius di kampung pada tengah malam…
Aslinya kampung kecil suasananya tenteram. Warga-warga di sana sholeh dan baik-baik.
Saya bahkan mengenal hampir seluruh warga di sana. Maklum karena warga kampung tidak terlalu banyak, jadi mayoritas pasti sudah saling kenal.
Dari dulu semenjak kecil, saya sudah paling ingat ada satu om yang namanya Pak Misno ini. Orangnya kasar, sering mabuk-mabukan, judi dan bermain perempuan.
Belakangan dia meninggal karena terjangkit penyakit kelamin, dengar-dengar sih kena sifilis, tetapi entah benar atau tidak.
Yang pastinya karena fasilitas kesehatan kampung yang serba minim, dia akhirnya melewati hari-harinya di gubuk luar kampung, dan beberapa bulan kemudian, akhirnya meninggal.
Sebagian besar warga yang selama ini memang tidak memiliki hubungan yang baik dengannya, tidak pergi melayat.
Selain masih dendam, ada juga yang enggan datang karena takut ketularan penyakit (walau yang bersangkutan telah meninggal.)
Singkat ceritanya, jenazah pak Misno dimandikan, dikafankan, lalu disholatkan di mesjid kampung. Kamis siangnya pun dimakamkan dengan hanya dihadiri Pak Lurah dan beberapa orang saja (kebetulan Bapak saya ikut, jadi diceritakan).
Tidak ada yang aneh dengan prosesi pemakamannya. Semua berlangsung dengan cepat, dan setelahnya masing-masing pun pulang ke rumahnya.
Saat malam harinya, tepat malam Jum’at, kampung kami yang biasanya sunyi, diusik dengan suara teriakan warga yang heboh. Setelah diusut, ternyata ada warga yang melihat pocong di dekat rumah pengasingan Pak Misno. Pocong itu bahkan terdengar seperti menangis.
(Semenjak mengidap penyakit, Pak Misno tinggal di gubuk kecil di luar kampung, karena selain tidak kuat menanggung malu, juga dikucilkan warga.)
Semua warga pun mulai berspekulasi. Jangan-jangan itu Pak Misno yang menuntut balas dendam karena dikucilkan warga? Jangan-jangan jenazah Pak Misno tidak diterima Bumi?
Dan bermacam-macam spekulasi lainnya. Tetapi Pak Lurah, dengan sigap menenangkan warga. Dia bersama beberapa warga dan ustad kampung akhirnya sama-sama ke rumah pengasingan situ untuk mengecek.
Rombongan itu tidak menemukan apa-apa ketika sampai di sana. Jadi semuanya kembali ke rumah masing-masing.
Saya tahu suasana di kampung menjadi tidak tenang. Bahkan di sekolahpun, kami disuruh guru untuk langsung pulang dan jangan main dekat gubuk Pak Misno yang dulu. Sebagai anak SD, tentu saja kami patuh.
Biasanya kami yang main gagahan dan adu berani, pun merasa seram. Mana ada yang berani ke sana?
Semenjak itu, terkadang malam-malam tertentu selalu terdengar suara tangisan di luar rumah. Saya masih kecil saat itu. Tidak berani mengintip. Bapak cuma menyuruh saya tidur saja.
Katanya itu hanya suara binatang, jadi tidak perlu takut. Tetapi saya sangsi. Suara binatang apa yang mirip tangisan?
Belakangan frekuensi tangisan ini semakin sering dan sangat meresahkan warga.
Setelah musyawarah, mereka memutuskan untuk melakukan patroli, malam itu juga. Bahkan beberapa warga mengatakan, akan mencoba menangkap hantunya, yakni hantu pocong yang menangis itu!
*****
Malam harinya suasana lumayan tegang. Bapak bersama tetangga yang lain keluar, dan berpesan ke Ibu dan saya untuk tetap di rumah. Saya dan Ibu bersama-sama di dalam kamar tidur.
Jam 9, Ibu sudah tertidur. Sekitar pukul 10 malam, rasa penasaranku muncul. Saya ingin sekali melihat bagaimana orang dewasa menangkap pocong menangis peneror warga kampung.
Jadi aku nekad keluar melalui jendela kamarku. Lalu mengendap-endap agak jauh dari rumah.
Sudah agak jauh dari rumah, saat melihat kiri kanan, ternyata tidak ada satu orang pun. Kemana yah mereka? Bukankah mereka sedang melakukan patroli dan berburu pocong?
Saya pun berjalan lebih ke depan melihat ada orang atau tidak. Semakin lama saya semakin menjauh dari rumah. Saya pikir, karena mereka berburu pocong, jadi seharusnya mereka pergi ke rumah Pak Misno.
Jadi saya pun ke sana dengan berlari. Maklum, rasanya seram sekali. Mana kondisi jalan kampung yang gelap, dan pencahayaan hanya dari bulan saja. Jadi pinginnya cepat-cepat sampai saja.
Sesampai disana, nafas saya ngos-ngosan karena lari cukup jauh tanpa henti. Eh, belum selesai ngatur nafas, saya terpana. Gubuk sana sepi, gelap tanpa cahaya lampu dan tanpa sebatang hidung manusia di sana.
Jadi kemana semuanya?
Belum selesai aku berpikir, tiba2 suara isakan tangis terdengar dari sampingku.
Perlahan-lahan saya menoleh kepala ke sumber suara itu. Sesosok putih di atas atap yang menatapku dengan wajahnya yang menyeramkan penuh darah! Sosok itu mendekat kearahku.
Kakiku terlalu lemas untuk lari. Semakin dia mendekat dengan wajahnya penuh darah. Saya ingin berteriak, tetapi entah mengapa pita suara saya sepertinya tidak bisa digunakan saat itu.
Jantung saya berdegup kencang. Pocong itu semakin mendekat, semakin dekat dan semakin dekat. Suara tangisannya semakin keras, semakin keras, semakin keras.
Saya bisa melihat wajah pocong itu. Anehnya walaupun suaranya menangis, saya tidak menangkap ekspresi wajah sedih. Wajah itu… wajah itu tidak menunjukkan raut muka apapun.
Wajah berlumuran darah itu. Saya melihatnya dengan jelas itu adalah Pak Misno….
Setelah itu saya tidak ingat apa-apa lagi.
Setelah sadar, saya menemukan diriku berada di mesjid dikelilingi warga kampung yang kukenal. Bapakku langsung memeluk erat dan menanyakan kondisiku. Waktu itu hanya merasa pening saja.
Belakangan saya demam tinggi selama seminggu. Selama mimpipun saya masih melihat wajah Pak Misno yang menyeramkan itu. Karena kejadian ini, betul-betul membuat saya traumatis.
Untungnya seiring waktu diterapi Pak Ustad, dan berjalannya waktu saya semakin membaik.
Belakangan saya diceritakan Bapak, kalau rombongan warga menuju makam Pak Misno dan membaca doa di sana. untuk agar Pak Misno tenang di alam sana.
Ternyata sosok pocong yang menyerupai pak Misno adalah sosok jin kafir yang selama ini adalah perewangan pak Misno. Jin itu berhasil ditangkap dan dikunci dalam tasbih Pak Ustad.
Tasbih ini akhirnya dibuang ke laut sehingga tidak akan mengusik kampung ini lagi. Semenjak itu suasana kampungku tidak lagi mencekam, dan tak ada lagi gangguan pocong menangis.
.
◦★◦ Jika saat ini kalian sedang sendirian, sadarlah bahwa kalian benar² tidak sendiri ◦★◦

No comments:

Post a Comment

Archivo del blog